Tulisan
ini adalah hasil godokan bersama Kak Ilo (HI), tahun 2011 lalu. Iseng-iseng
membuka berkas di kamar untuk membuang kertas yang sudah tidak diperlukan lagi,
mengarahkanku menemukan naskah ini. Seolah terhempas kembali tiga tahun lalu,
hasil diskusi bersama Kak Ilo yang membantu ku menemukan keluarga ini.
Sepertinya lebih tepat, saya mengkopi semua isi diskusi bersamanya dalam sini.
Terimakasih
bantuannya Kak Ilo, karena meluangkan banyak waktu mengajarkanku ^_^. Dan pesan
itu, “Terus Belajar”, yang coba saya terus lakukan, hanya membaca kuakui masih
sering bolong, mungkin pengaruh mie instant, #oppssss, -_-
Foto Bersama pada Dies Natalis identitas 38 |
Foto Bersama di acara Dies Natalis 38 |
Tulisan
ini sebagai syarat masuk identitas. Tulisan yang diperlakukan oleh Litbang ku
kala itu, Kak Syukri, yang mengatakan “Tulisan ini saya kali nol, bila tanpa loyalitas”. Syok, menantang dan tak
terlupakan, yang membawaku hingga kini untuk menjawab pertanyaan di benakku
tiga tahun silam, “Seberapa hebatnya sich
kata loyalitas itu?”
Wisuda Taufik |
Wisuda Taufik |
Kini
saya tau, itulah sebuah pertanyaan yang sedang coba kujawab, yang juga
mengantarkan ku pada keluarga kecil ini. Keluarga hangat yang banyak
mengajarkan banyak hal. Mungkin, kata itu pula yang memaku ku di tempat duduk
ini sekarang, menghempaskan jauh-jauh gambaran mahasiswa yang saya coba
deskripsikan dalam tulisan di bawah ini.
Jauh,
dan semakin jauh, kemudian saya ingin kembali mengetahui kemanakah akhirnya
kelak kata itu akan membawaku? ***
Merosotnya
Nilai-Nilai Gerakan Mahasiswa
Budaya
hedonisme dan konsumerisme menggerus nilai-nilai ideal gerakan mahasiswa.
Imbasnya adalah lahirnya karakter mahasiswa yang cenderung apatis,
individualis, pragmatis, dan oportunis. Kondisi tersebut kemudian mempengaruhi
gerakan mahasiswa yang ada dan tentunya kondisi tersebut juga tidak muncul
karena hal itu saja. Mahalnya biaya pendidikan akibat komodifikasi pendidikan,
serta ketiadaan tesis yang dibangun dalam gerakan mahasiswa.
Sejarah
pergerakan mahasiswa dengan pemerintah dan elite politik sudah berlangsung
sejak lama. Tahun 1966 misalnya, mahasiswa secara lantang menyuarakan isu
Tritura. Kemudian tahun 1970 mahasiswa melakukan aksi menentang kenaikan harga
minyak serta budaya korupsi di tubuh pemerintahan. Selanjutnya mahasiswa juga
kencang menggugat berbagai persoalan yang dinilai sepihak, tidak adil dan tidak
demokratis seperti peristiwa Malari (1974), kebijakan pembekuan Dewan Mahasiswa
(1978), asas tunggal Pancasila (1984), dan SDSB (1988).
Berbeda
dengan partai politik yang berorientasi kekuasaan, gerakan mahasiswa
memperjuangkan nilai-nilai (value) yang berkaitan dengan kehidupan manusia.
Gerakan mahasiswa adalah seperangkat kegiatan mahasiswa yang bergerak menentang
dan mempersoalkan realitas objektif yang dianggap bertentangan dengan realitas
subjektif mereka. Hal itu termanisfestasikan melalui aksi-aksi politik dari
yang bersifat lunak hingga sangat keras seperti penyebaran poster, tulisan, di
media massa, diskusi-diskusi politik, lobi, dialog, petisi, mogok makan, mimbar
bebas, pawai di kampus, mengunjungi lembaga kenegaraan, turun ke jalan,
perebutan dan pendudukan fasilitas-fasilitas strategis seperti lembaga
kenegaraan stasiun radio serta televisi, dan lain-lain.
Mahasiswa
mengambil pilihan itu karena merasakan dan memahami bahwa ada nilai-nilai yang
“ suci” atau ideal dan bahkan “universal” yang mengalami ancaman khususnya
karena kebijakan pemerintah. Mahasiswa berdemonstrasi karena menemukan banyak
gejala atau praktik yang hendak menggusur dan bahkan membunuh nilai-nilai
tersebut. Vijay Sathe dalam Culture and Related Corporate Realities (1958)
mendefinisikan nilai sebagai basic assumption about what ideals are desirable
or worth striving for. Ungkapan “Worth striving for” menunjukkan bahwa pada
suatu saat manusia rela mengorbankan nyawanya untuk mengejar sesuatu nilai.
Hal
tersebut yang saat ini mulai tergerus dalam perjalanan zaman dalam pergulatan
gerakan mahasiswa di Indonesia. Gerakan mahasiswa ternyata ikut larut dalam
kondisi sosial budaya masyarakat kita, dimana budaya hedonisme dan konsumerisme
yang demikian tinggi. Arah gerakan mahasiswa sudah tidak lagi berbicara konteks
memperjuangkan kepentingan masyarakat tertindas baik dari penghisapan bangsa
sendiri dan bangsa asing. Tetapi lebih berbicara apa yang dapat diuntungkan
dari situasi yang sulit ini. Degradasi inilah yang menyebabkan kemerosotan pola
pikir dan daya intelektual mahasiswa.
Mahasiswa
sudah banyak berkurang tentang ide-ide cemerlang terhadap nasib bangsa apalagi
tentang kerelaan untuk mengorbankan nyawa demi tegaknya nilai-nilai ideal.
Padahal mahasiswa harusnya berjiwa idealis, progresive, militan, dan
revolusioner untuk mempertanyakan segala hal dari yang bersifat pinggiran ke
masalah yang bersifat asasi sekaligus melakukan perubahan-perubahan yang
dicita-citakannya. Dalam dunia gerakan mahasiswa sudah tidak bisa lagi bertumpu
pada hanya sekadar retorika semata.
Kesediaan
untuk berkorban demi tegaknya nilai-nilai yang dianggap ideal adalah investasi utama
bagi lahirnya radikalisme mahasiswa. Namun, seringkali idealisme dan
radikalisme gerakan mahasiswa tidak diiringi dengan kalkulasi-kalkulasi yang
strategis dan taktis. Gerakan mahasiswa seiring berjalan terlalu berani namun
terlalu lurus tanpa perhitungan yang matang. Akibatnya, gerakan mahasiswa mudah
sekali dibaca, dikendalikan, dan akhirnya dimanfaatkan gerakan kelompok
kepentingan.
BONUS CASH - CLOSED | Choctaw Casino & Resort
BalasHapus$100000 Welcome Bonus. Register for the BEST online casino site. Our review shows you how febcasino to 카지노 deposit and withdraw your winnings. 샌즈카지노