Rabu, 08 Januari 2014

Tulisan ini adalah hasil godokan bersama Kak Ilo (HI), tahun 2011 lalu. Iseng-iseng membuka berkas di kamar untuk membuang kertas yang sudah tidak diperlukan lagi, mengarahkanku menemukan naskah ini. Seolah terhempas kembali tiga tahun lalu, hasil diskusi bersama Kak Ilo yang membantu ku menemukan keluarga ini. Sepertinya lebih tepat, saya mengkopi semua isi diskusi bersamanya dalam sini.
Terimakasih bantuannya Kak Ilo, karena meluangkan banyak waktu mengajarkanku ^_^. Dan pesan itu, “Terus Belajar”, yang coba saya terus lakukan, hanya membaca kuakui masih sering bolong, mungkin pengaruh mie instant, #oppssss, -_-
Foto Bersama pada Dies Natalis identitas 38

Foto Bersama di acara Dies Natalis 38

Tulisan ini sebagai syarat masuk identitas. Tulisan yang diperlakukan oleh Litbang ku kala itu, Kak Syukri, yang mengatakan “Tulisan ini saya kali nol, bila tanpa loyalitas”. Syok, menantang dan tak terlupakan, yang membawaku hingga kini untuk menjawab pertanyaan di benakku tiga tahun silam, “Seberapa hebatnya sich kata loyalitas itu?”
Wisuda Taufik

Wisuda Taufik

Kini saya tau, itulah sebuah pertanyaan yang sedang coba kujawab, yang juga mengantarkan ku pada keluarga kecil ini. Keluarga hangat yang banyak mengajarkan banyak hal. Mungkin, kata itu pula yang memaku ku di tempat duduk ini sekarang, menghempaskan jauh-jauh gambaran mahasiswa yang saya coba deskripsikan dalam tulisan di bawah ini.
Jauh, dan semakin jauh, kemudian saya ingin kembali mengetahui kemanakah akhirnya kelak kata itu akan membawaku? ***

Merosotnya Nilai-Nilai Gerakan Mahasiswa
Budaya hedonisme dan konsumerisme menggerus nilai-nilai ideal gerakan mahasiswa. Imbasnya adalah lahirnya karakter mahasiswa yang cenderung apatis, individualis, pragmatis, dan oportunis. Kondisi tersebut kemudian mempengaruhi gerakan mahasiswa yang ada dan tentunya kondisi tersebut juga tidak muncul karena hal itu saja. Mahalnya biaya pendidikan akibat komodifikasi pendidikan, serta ketiadaan tesis yang dibangun dalam gerakan mahasiswa.
Sejarah pergerakan mahasiswa dengan pemerintah dan elite politik sudah berlangsung sejak lama. Tahun 1966 misalnya, mahasiswa secara lantang menyuarakan isu Tritura. Kemudian tahun 1970 mahasiswa melakukan aksi menentang kenaikan harga minyak serta budaya korupsi di tubuh pemerintahan. Selanjutnya mahasiswa juga kencang menggugat berbagai persoalan yang dinilai sepihak, tidak adil dan tidak demokratis seperti peristiwa Malari (1974), kebijakan pembekuan Dewan Mahasiswa (1978), asas tunggal Pancasila (1984), dan SDSB (1988).
Berbeda dengan partai politik yang berorientasi kekuasaan, gerakan mahasiswa memperjuangkan nilai-nilai (value) yang berkaitan dengan kehidupan manusia. Gerakan mahasiswa adalah seperangkat kegiatan mahasiswa yang bergerak menentang dan mempersoalkan realitas objektif yang dianggap bertentangan dengan realitas subjektif mereka. Hal itu termanisfestasikan melalui aksi-aksi politik dari yang bersifat lunak hingga sangat keras seperti penyebaran poster, tulisan, di media massa, diskusi-diskusi politik, lobi, dialog, petisi, mogok makan, mimbar bebas, pawai di kampus, mengunjungi lembaga kenegaraan, turun ke jalan, perebutan dan pendudukan fasilitas-fasilitas strategis seperti lembaga kenegaraan stasiun radio serta televisi, dan lain-lain.
Mahasiswa mengambil pilihan itu karena merasakan dan memahami bahwa ada nilai-nilai yang “ suci” atau ideal dan bahkan “universal” yang mengalami ancaman khususnya karena kebijakan pemerintah. Mahasiswa berdemonstrasi karena menemukan banyak gejala atau praktik yang hendak menggusur dan bahkan membunuh nilai-nilai tersebut. Vijay Sathe dalam Culture and Related Corporate Realities (1958) mendefinisikan nilai sebagai basic assumption about what ideals are desirable or worth striving for. Ungkapan “Worth striving for” menunjukkan bahwa pada suatu saat manusia rela mengorbankan nyawanya untuk mengejar sesuatu nilai.
Hal tersebut yang saat ini mulai tergerus dalam perjalanan zaman dalam pergulatan gerakan mahasiswa di Indonesia. Gerakan mahasiswa ternyata ikut larut dalam kondisi sosial budaya masyarakat kita, dimana budaya hedonisme dan konsumerisme yang demikian tinggi. Arah gerakan mahasiswa sudah tidak lagi berbicara konteks memperjuangkan kepentingan masyarakat tertindas baik dari penghisapan bangsa sendiri dan bangsa asing. Tetapi lebih berbicara apa yang dapat diuntungkan dari situasi yang sulit ini. Degradasi inilah yang menyebabkan kemerosotan pola pikir dan daya intelektual mahasiswa.
Mahasiswa sudah banyak berkurang tentang ide-ide cemerlang terhadap nasib bangsa apalagi tentang kerelaan untuk mengorbankan nyawa demi tegaknya nilai-nilai ideal. Padahal mahasiswa harusnya berjiwa idealis, progresive, militan, dan revolusioner untuk mempertanyakan segala hal dari yang bersifat pinggiran ke masalah yang bersifat asasi sekaligus melakukan perubahan-perubahan yang dicita-citakannya. Dalam dunia gerakan mahasiswa sudah tidak bisa lagi bertumpu pada hanya sekadar retorika semata.
Kesediaan untuk berkorban demi tegaknya nilai-nilai yang dianggap ideal adalah investasi utama bagi lahirnya radikalisme mahasiswa. Namun, seringkali idealisme dan radikalisme gerakan mahasiswa tidak diiringi dengan kalkulasi-kalkulasi yang strategis dan taktis. Gerakan mahasiswa seiring berjalan terlalu berani namun terlalu lurus tanpa perhitungan yang matang. Akibatnya, gerakan mahasiswa mudah sekali dibaca, dikendalikan, dan akhirnya dimanfaatkan gerakan kelompok kepentingan.

Makassar, Maret 2011

1 komentar:

  1. BONUS CASH - CLOSED | Choctaw Casino & Resort
    $100000 Welcome Bonus. Register for the BEST online casino site. Our review shows you how febcasino to 카지노 deposit and withdraw your winnings. 샌즈카지노

    BalasHapus

Design by Al Amin Dawa