Jumat, 14 Februari 2014

Hari Valentine sudah menjadi begitu lumrah di telinga anak muda sekarang. Mungkin saja ketenaran Hari Valentine yang jatuh tepat 14 Februari ini mengalahkan hari-hari penting lainnya seperti Hari Peringatan Kemerdekaan atau Hari Ibu. Banyak cara diungkapkan anak muda untuk memaknai hari yang dikenal sebagai hari kasih sayang ini. Bisa saja menghabiskan waktu bersama dengan saling bertukar kado, atau saling memberikan cokelat, atau beragam hal lazim lainnya.
Bagi anak muda di daerah ketika masa saya, perayaan Valentine hanya bermakna bagi segelintir anak muda. Namun, cerita perayaan Valentine yang meriah bisa saya lihat melalui cerita remaja di seberang daerah atau reklame, dan promosi terkait Valentine.
Begitu pula, ketika Valentine yang jatuh pada hari ini, bertubi-tubi pertanyaan diajukan kawan-kawan saya di kampus. “Kemana Valentine ini, dikasi kado apa,” lisannya bertanya. “Saya tidak tau Valentine, hanya dengar saja,” jawabku ringkas. Selain itu, saya pernah pula mendengar obrolan kawan saya bahwa Valentine adalah budaya Yahudi. Sekilas, namun itu mungkin menjadi salah satu alasan saya kurang menanggapi keberadaan hari Valentine.
Namun, kebisingan suara-suara kawan-kawan yang menyerbuku dengan pertanyaan seputar pemaknaan Valentine cukup mengganguku. Ketika bersantai, saya pun berkesempatan membaca opini yang dimuat dalam harian Tribun Timur tanggal 13 terkait hari Valentine. Ternyata saya mendapatkan penjelasan Sejarah Valentine ini.
Sebenarnya hari Valentine adalah hari kematian seorang pendeta bernama Santo Valentino. Santo Vanlentino medapatkan hukuman mati dari Raja Romawi pada abad ketiga Masehi yang bernama Claudus II Ghoticus. Ia dihukum karena melanggar aturan kerajaan. Kala itu, ia menikahkan seorang prajurit muda yang saat itu sedang menjalin cinta dan kasih sayang. Tindakan ini dianggap bertentangan dengan ketentuan kerajaan, sehingga Santo Valentine terpaksa dipacung oleh eksekutor kerajaan tepatnya pada tanggal 14 Februari 269. 

Namun, keputusan kerajaan tersebut bertentangan dengan pihak Gereja. Mereka menganggaap tindakan Santo sudah benar, karena telah melindungi dan menyelamatkan orang yang sedang dimabuk cinta, sehingga diapun dinobatkan menjadi pahlawan kasih sayang. Berangkat dari hal tersebut, maka setiap tanggal 14 Februari mayoritas orang-orang menganggap dan meyakininya sebagai hari kasih sayang.
Hari Valentine juga telah diwarisi dari budaya Romawi Kuno, yakni acara pemujaan dan penyembahan kepada dua Dewa besar, Dewa Leparcus (Dewa Kesuburan) dan Dewa Faunus (Dewa Alam Semesta). Upacara pemujaan itu dirayakan masa kekuasaan Kaisar Kontantine (280-337M) setiap tanggal 15 Februari. Dalam upacara tersebut, sang kaisar memberikan kesempatan pada remaja wanita untuk menyampaikan pesan cintanya kepada pria pujaannya. Kemudian para remaja pria akan menerima pesan-pesaan cinta tersebut, mereka akan berpasang-pasangan, berdansa dan bernyanyi bersama, hingga melakukan hubungan yang melampaui batas.
Namun, pada abad V Masehi, 494, Paus Glasium I menetapkan upacara penyucian ini sebagai peringatan hari kasih sayang (Valentine’s Day). Tanggal peringatannya pun diubah menjadi setiap 14 Februari, yaitu tanggal dihukumnya Pendeta Santo Valentino. Banyak pihak pun menilai ini sebagai hari pembodohan terbesar sepanjang sejarah peradaban manusia.
Perkembangan anggapan hari kasih sayang ini menyebabkan erosi moral dari generasi muda kita. Pada hari ini berkembanglah budaya pacaran, saling mengucapkan cinta dan bahkan lebih jauh sarat dengan aktivitas free sex. Hal ini ditandai dengan laris manisnya penginapan dan tempat-tempat pelesiran pada momen ini.
Menelisik sejarah tersebut, dapat kita berkesimpulan, generasi muda kita sedang salah taksa atau salah memaknai hari ini. Tulisan yang membawa penerangan bahwa hari ini murni bukan hari kasih sayang. Namun, hari kematian pendeta dan juga hari menyembah dewa bangsa Romawi Kuno. Hari ini yang kemudian dijadi-jadikan oleh bangsa dulu untuk menjadi hari Valentine dalam kemasan yang berbeda pada masa sekarang. 

Namun, menurut saya, Kasih Sayang lagi-lagi tidak terbatas pada satu hari. Kasih sayang bisa kita lakukan setiap saat dimanapun dan kapanpun kita merasa perlu dan inginkan. Mengungkapkan kasih sayang tidak terbatas pada satu hari, yang memperlihatkan kita juga malah mengikuti budaya yang tidak jelas asalnya. Mari memaknai hari ini dengan bijak.

0 komentar:

Posting Komentar

Design by Al Amin Dawa