Hari Valentine
sudah menjadi begitu lumrah di telinga anak muda sekarang. Mungkin saja
ketenaran Hari Valentine yang jatuh tepat 14 Februari ini mengalahkan hari-hari
penting lainnya seperti Hari Peringatan Kemerdekaan atau Hari Ibu. Banyak cara
diungkapkan anak muda untuk memaknai hari yang dikenal sebagai hari kasih
sayang ini. Bisa saja menghabiskan waktu bersama dengan saling bertukar kado,
atau saling memberikan cokelat, atau beragam hal lazim lainnya.
Bagi anak muda
di daerah ketika masa saya, perayaan Valentine hanya bermakna bagi segelintir
anak muda. Namun, cerita perayaan Valentine yang meriah bisa saya lihat melalui
cerita remaja di seberang daerah atau reklame, dan promosi terkait Valentine.
Begitu pula,
ketika Valentine yang jatuh pada hari ini, bertubi-tubi pertanyaan diajukan
kawan-kawan saya di kampus. “Kemana Valentine ini, dikasi kado apa,” lisannya
bertanya. “Saya tidak tau Valentine, hanya dengar saja,” jawabku ringkas. Selain
itu, saya pernah pula mendengar obrolan kawan saya bahwa Valentine adalah
budaya Yahudi. Sekilas, namun itu mungkin menjadi salah satu alasan saya kurang
menanggapi keberadaan hari Valentine.
Namun,
kebisingan suara-suara kawan-kawan yang menyerbuku dengan pertanyaan seputar
pemaknaan Valentine cukup mengganguku. Ketika bersantai, saya pun berkesempatan
membaca opini yang dimuat dalam harian Tribun Timur tanggal 13 terkait hari
Valentine. Ternyata saya mendapatkan penjelasan Sejarah Valentine ini.
Sebenarnya hari
Valentine adalah hari kematian seorang pendeta bernama Santo Valentino. Santo
Vanlentino medapatkan hukuman mati dari Raja Romawi pada abad ketiga Masehi
yang bernama Claudus II Ghoticus. Ia dihukum karena melanggar aturan kerajaan.
Kala itu, ia menikahkan seorang prajurit muda yang saat itu sedang menjalin
cinta dan kasih sayang. Tindakan ini dianggap bertentangan dengan ketentuan
kerajaan, sehingga Santo Valentine terpaksa dipacung oleh eksekutor kerajaan
tepatnya pada tanggal 14 Februari 269.
Namun, keputusan
kerajaan tersebut bertentangan dengan pihak Gereja. Mereka menganggaap tindakan
Santo sudah benar, karena telah melindungi dan menyelamatkan orang yang sedang
dimabuk cinta, sehingga diapun dinobatkan menjadi pahlawan kasih sayang. Berangkat
dari hal tersebut, maka setiap tanggal 14 Februari mayoritas orang-orang menganggap
dan meyakininya sebagai hari kasih sayang.
Hari Valentine
juga telah diwarisi dari budaya Romawi Kuno, yakni acara pemujaan dan
penyembahan kepada dua Dewa besar, Dewa Leparcus (Dewa Kesuburan) dan Dewa
Faunus (Dewa Alam Semesta). Upacara pemujaan itu dirayakan masa kekuasaan
Kaisar Kontantine (280-337M) setiap tanggal 15 Februari. Dalam upacara
tersebut, sang kaisar memberikan kesempatan pada remaja wanita untuk
menyampaikan pesan cintanya kepada pria pujaannya. Kemudian para remaja pria
akan menerima pesan-pesaan cinta tersebut, mereka akan berpasang-pasangan,
berdansa dan bernyanyi bersama, hingga melakukan hubungan yang melampaui batas.
Namun, pada
abad V Masehi, 494, Paus Glasium I menetapkan upacara penyucian ini sebagai peringatan
hari kasih sayang (Valentine’s Day). Tanggal peringatannya pun diubah menjadi
setiap 14 Februari, yaitu tanggal dihukumnya Pendeta Santo Valentino. Banyak
pihak pun menilai ini sebagai hari pembodohan terbesar sepanjang sejarah
peradaban manusia.
Perkembangan anggapan
hari kasih sayang ini menyebabkan erosi moral dari generasi muda kita. Pada hari
ini berkembanglah budaya pacaran, saling mengucapkan cinta dan bahkan lebih
jauh sarat dengan aktivitas free sex. Hal ini ditandai dengan laris manisnya
penginapan dan tempat-tempat pelesiran pada momen ini.
Menelisik sejarah
tersebut, dapat kita berkesimpulan, generasi muda kita sedang salah taksa atau salah
memaknai hari ini. Tulisan yang membawa penerangan bahwa hari ini murni bukan hari
kasih sayang. Namun, hari kematian pendeta dan juga hari menyembah dewa bangsa
Romawi Kuno. Hari ini yang kemudian dijadi-jadikan oleh bangsa dulu untuk
menjadi hari Valentine dalam kemasan yang berbeda pada masa sekarang.
Namun, menurut saya, Kasih Sayang lagi-lagi tidak
terbatas pada satu hari. Kasih sayang bisa kita lakukan setiap saat dimanapun
dan kapanpun kita merasa perlu dan inginkan. Mengungkapkan kasih sayang tidak
terbatas pada satu hari, yang memperlihatkan kita juga malah mengikuti budaya
yang tidak jelas asalnya. Mari memaknai hari ini dengan bijak.
0 komentar:
Posting Komentar