Senin, 30 Desember 2013

Tanaman berumbi sejenis talas ini hanya ada di Pulau Miangas. Jumlahnya yang banyak berpotensi baik untuk dikembangkan menambah pendapatan daerah.
Tanaman Laluga
Wisata kuliner berkembang dengan pesat di negara. Coto khas Makassar, Rendang khas Padang, Kripik Pisang Aneka Rasa khas Lampung adalah sekian dari kekayaan kuliner negara kita. Setiap daerah membawa budaya tersendiri dalam makanannya. Ini menjadikan masing-masing daerah di Indonesia patut untuk dijelajahi, terutama mencoba makanannya yang enak-enak.
Kekhasan yang dimiliki makanan di Indonesia biasanya pada cara pengolahannya tapi dengan bahan baku yang sama. Namun, hal berbeda bisa kita temui di salah satu Pulau terdepan Indonesia. Miangas, sebuah pulau cantik di beranda paling utara Indonesia. Pulau yang berbatasan langsung dengan negara Filipina ini menyimpan potensi kuliner khas. Bahan makanan yang khas dan tidak dimiliki di daerah lain. Biasa disebut oleh masyarakat setempat sebagai tanaman Laluga. Ini adalah bahan makanan khas Miangas berbentuk umbi, sejenis talas tapi dengan morfologi atau bentuk yang berbeda. Paling menonjol pada ukurannya yang bisa sebesar paha manusia dewasa.
Tanaman berumbi yang biasa kita temui misalnya ubi kayu, ubi jalar, talas, bengkoang dan sebagainya. Namun, inilah umbi khas Miangas. Kekayaan alam Pulau Miangas, sebuah pulau tersudut dan menjadi bagian teritorial negara kita, Indonesia. Inilah yang paling Indonesia.
Bila kita melihat data Luas wilayah Pulau Miangas yang sebesar 210 Ha, dengan luas daratan ± 62 Ha dengan perincian: luas desa 12 Ha, luas pekarangan 6,3 Ha, luas rawa-rawa 27 Ha, luas padang rumput dan luas bukit/ketinggian 7,1 Ha, lahan persiapan Bandara Miangas 13 Ha. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa wilayah daratan Pulau Miangas sebagian besar adalah rawa-rawa. Oleh karena itu, sangat cocok sebagai media tumbuhnya tanaman yang membutuhkan air, seperti talas dan sejenisnya. Olehnya, tanaman laluga bisa tumbuh dengan subur dan dengan jumlah yang begitu banyak di pulau menawan ini. 
Laluga adalah nama sejenis talas yang mempunyai bentuk daun seperti daun talas lainnya. Diameter daunnya bisa mencapai 60 cm dan tinggi pohonnya 3 meter. Laluga yang sejenis umbi-umbian ini tumbuh dengan liar di daerah rawa-rawa sehingga masyarakat tidak perlu membelinya.
Awalnya saat masyarakat susah mendapatkan beras, laluga jadi makanan pokok sehari-hari. Dari satu rumpun laluga bisa didapat umbi yang beratnya 10 kg. Sebelum dikonsumsi, laluga harus direbus terlebih dahulu. Rasanya agak kemanis-manisan. Biasanya laluga dimakan bersama ikan dan kelapa. Akan lebih nikmat lagi jika dicampur dengan sambal.
Menurut sejarahnya, laluga berasal dari negara Filipina. Awal tumbuhnya tanaman laluga di Pulau Miangas dibawa oleh masyarakat pulau ini yang pernah berlayar ke Filipina. Ketika pulang, mereka membawa tanaman laluga lalu menanamnya di tanah Miangas. Laluga itu dibiarkan tumbuh liar.
Seiring berjalannya waktu, laluga sudah mulai dibudidayakan oleh masyarakat Miangas. Mereka menanamnya pada kebun masing-masing. Bahkan, sekarang ini laluga sudah dibudidayakan oleh setiap rumah tangga masyarakat Miangas. Hal ini dilakukan sebagai bentuk jaga-jaga apabila musim paceklik/badai datang, yang bisa menyebabkan tidak ada pasokan beras yang masuk karena gelombang laut tidak memungkinkan kapal untuk berlayar.
Kondisi tersebut mengharuskan masyarakat harus mengkonsumsi laluga sebagai makanan pokok alternatif pengganti beras sampai pasokan beras tiba. Tragedi tersebut pernah terjadi pada Tahun 2012 di mana masyarakat Pulau Miangas terancam kelaparan disebabkan cuaca yang ekstrim disertai badai angin kencang dan gelombak laut tidak memungkinkan kapal berlayar. Sehingga masyarakat tidak bisa makan nasi lagi, karena stok beras yang ada di gudang penampungan sudah habis. Akhirnya masyarakat mengonsumsi laluga sampai suplai beras dari pemerintah tiba.
Selain itu, waktu tempuh dari Pelabuhan Bitung, Manado, Sulawesi Utara ke Pulau Miangas, dengan menggunakan kapal penumpang memang lebih lama, sekitar tiga hari tiga malam perjalanan. Kapal itupun hanya berlabuh di Pulau Miangas sebanyak dua minggu sekali. Jauhnya jarak antara ibukota Propinsi Sulawesi Utara ke Pulau Miangas mengakibatkan bahan-bahan kebutuhan pokok, seperti beras dan minyak di pulau ini menjadi barang yang mahal. Apalagi pada musim ombak besar. Harga beras di pulau ini bisa mencapai Rp 7.000,-/liter. Akibatnya masyarakat Pulau Miangas biasanya mengkonsumsi laluga sebagai makanan pokok pengganti beras.
Laluga tidak hanya ditemukan di Pulau Miangas tetapi juga ditemukan di pulau lain di sekitar pulau ini misalnya Pulau Karatung. Akan tetapi, kualitas laluga yang ada di Miangas jauh lebih baik. Biasanya, Laluga yang ada di pulau lain rasanya pahit dan membutuhkan waktu lama untuk mengonsumsinya, karena laluga tersebut harus direbus selama berjam-jam. Sedangkan laluga yang ada di Pulau Miangas hanya membutuhkan waktu beberapa menit hingga bisa dikonsumsinya.  
Laluga mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi. Terutama bisa diolah menjadi berbagai macam makanan, seperti keripik, kue, roti, es krim, dodol, kolak dan sebagainya. Akan tetapi, hingga kini masyarakat Pulau Miangas tidak mengetahui potensi laluga ini. Selain itu, masyarakat Miangas juga cenderung malas untuk melakukan usaha mengembangkan laluga ini. Misalnya saja usaha dalam skala rumah tangga. Inilah hal paling Indonesia yang patut dikaji pemanfaatannya sehingga bisa menunjang peningkatan pendapatan warga Miangas.

Photo
Lokasi : Pulau Miangas
Fotografer: Waode Asnini Rahayoe

0 komentar:

Posting Komentar

Design by Al Amin Dawa