Tanaman
berumbi sejenis talas ini hanya ada di Pulau Miangas. Jumlahnya yang banyak berpotensi
baik untuk dikembangkan menambah pendapatan daerah.
Photo
Lokasi : Pulau Miangas
Fotografer: Waode Asnini Rahayoe
Tanaman Laluga |
Wisata
kuliner berkembang dengan pesat di negara. Coto khas Makassar, Rendang khas
Padang, Kripik Pisang Aneka Rasa khas Lampung adalah sekian dari kekayaan
kuliner negara kita. Setiap daerah membawa budaya tersendiri dalam makanannya.
Ini menjadikan masing-masing daerah di Indonesia patut untuk dijelajahi,
terutama mencoba makanannya yang enak-enak.
Kekhasan
yang dimiliki makanan di Indonesia biasanya pada cara pengolahannya tapi dengan
bahan baku yang sama. Namun, hal berbeda bisa kita temui di salah satu Pulau terdepan
Indonesia. Miangas, sebuah pulau cantik di beranda paling utara Indonesia.
Pulau yang berbatasan langsung dengan negara Filipina ini menyimpan potensi
kuliner khas. Bahan makanan yang khas dan tidak dimiliki di daerah lain. Biasa
disebut oleh masyarakat setempat sebagai tanaman Laluga. Ini adalah bahan
makanan khas Miangas berbentuk umbi, sejenis talas tapi dengan morfologi atau
bentuk yang berbeda. Paling menonjol pada ukurannya yang bisa sebesar paha
manusia dewasa.
Tanaman
berumbi yang biasa kita temui misalnya ubi kayu, ubi jalar, talas, bengkoang dan
sebagainya. Namun, inilah umbi khas Miangas. Kekayaan alam Pulau Miangas,
sebuah pulau tersudut dan menjadi bagian teritorial negara kita, Indonesia.
Inilah yang paling Indonesia.
Bila
kita melihat data Luas wilayah Pulau Miangas yang sebesar 210 Ha, dengan luas daratan
± 62 Ha dengan perincian: luas desa 12 Ha, luas pekarangan 6,3 Ha, luas
rawa-rawa 27 Ha, luas padang rumput dan luas bukit/ketinggian 7,1 Ha, lahan
persiapan Bandara Miangas 13 Ha. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa
wilayah daratan Pulau Miangas sebagian besar adalah rawa-rawa. Oleh karena itu,
sangat cocok sebagai media tumbuhnya tanaman yang membutuhkan air, seperti
talas dan sejenisnya. Olehnya, tanaman laluga bisa tumbuh dengan subur dan
dengan jumlah yang begitu banyak di pulau menawan ini.
Laluga adalah nama sejenis talas yang mempunyai bentuk daun seperti daun talas lainnya. Diameter daunnya bisa mencapai 60 cm dan tinggi pohonnya 3 meter. Laluga yang sejenis umbi-umbian ini tumbuh dengan liar di daerah rawa-rawa sehingga masyarakat tidak perlu membelinya.
Laluga adalah nama sejenis talas yang mempunyai bentuk daun seperti daun talas lainnya. Diameter daunnya bisa mencapai 60 cm dan tinggi pohonnya 3 meter. Laluga yang sejenis umbi-umbian ini tumbuh dengan liar di daerah rawa-rawa sehingga masyarakat tidak perlu membelinya.
Awalnya saat masyarakat susah mendapatkan beras,
laluga jadi makanan pokok sehari-hari. Dari satu rumpun laluga bisa didapat
umbi yang beratnya 10 kg. Sebelum dikonsumsi, laluga harus direbus terlebih
dahulu. Rasanya agak kemanis-manisan. Biasanya laluga dimakan bersama ikan dan
kelapa. Akan lebih nikmat lagi jika dicampur dengan sambal.
Menurut
sejarahnya, laluga berasal dari negara Filipina. Awal tumbuhnya tanaman laluga
di Pulau Miangas dibawa oleh masyarakat pulau ini yang pernah berlayar ke
Filipina. Ketika pulang, mereka membawa tanaman laluga lalu menanamnya di tanah
Miangas. Laluga itu dibiarkan tumbuh liar.
Seiring
berjalannya waktu, laluga sudah mulai dibudidayakan oleh masyarakat Miangas.
Mereka menanamnya pada kebun masing-masing. Bahkan, sekarang ini laluga sudah
dibudidayakan oleh setiap rumah tangga masyarakat Miangas. Hal ini dilakukan
sebagai bentuk jaga-jaga apabila musim paceklik/badai datang, yang bisa
menyebabkan tidak ada pasokan beras yang masuk karena gelombang laut tidak
memungkinkan kapal untuk berlayar.
Kondisi
tersebut mengharuskan masyarakat harus mengkonsumsi laluga sebagai makanan
pokok alternatif pengganti beras sampai pasokan beras tiba. Tragedi tersebut
pernah terjadi pada Tahun 2012 di mana masyarakat Pulau Miangas terancam
kelaparan disebabkan cuaca yang ekstrim disertai badai angin kencang dan
gelombak laut tidak memungkinkan kapal berlayar. Sehingga masyarakat tidak bisa
makan nasi lagi, karena stok beras yang ada di gudang penampungan sudah habis. Akhirnya
masyarakat mengonsumsi laluga sampai suplai beras dari pemerintah tiba.
Selain
itu, waktu tempuh dari Pelabuhan Bitung, Manado, Sulawesi Utara ke Pulau
Miangas, dengan menggunakan kapal penumpang memang lebih lama, sekitar tiga
hari tiga malam perjalanan. Kapal itupun hanya berlabuh di Pulau Miangas
sebanyak dua minggu sekali. Jauhnya jarak antara ibukota Propinsi Sulawesi
Utara ke Pulau Miangas mengakibatkan bahan-bahan kebutuhan pokok, seperti beras
dan minyak di pulau ini menjadi barang yang mahal. Apalagi pada musim ombak
besar. Harga beras di pulau ini bisa mencapai Rp 7.000,-/liter. Akibatnya
masyarakat Pulau Miangas biasanya mengkonsumsi laluga sebagai makanan pokok
pengganti beras.
Laluga
tidak hanya ditemukan di Pulau Miangas tetapi juga ditemukan di pulau lain di
sekitar pulau ini misalnya Pulau Karatung. Akan tetapi, kualitas laluga yang
ada di Miangas jauh lebih baik. Biasanya, Laluga yang ada di pulau lain rasanya
pahit dan membutuhkan waktu lama untuk mengonsumsinya, karena laluga tersebut harus
direbus selama berjam-jam. Sedangkan laluga yang ada di Pulau Miangas hanya membutuhkan
waktu beberapa menit hingga bisa dikonsumsinya.
Laluga mempunyai nilai
ekonomi yang cukup tinggi. Terutama bisa diolah menjadi berbagai macam makanan,
seperti keripik, kue, roti, es krim, dodol, kolak dan sebagainya. Akan tetapi, hingga
kini masyarakat Pulau Miangas tidak mengetahui potensi laluga ini. Selain itu,
masyarakat Miangas juga cenderung malas untuk melakukan usaha mengembangkan
laluga ini. Misalnya saja usaha dalam skala rumah tangga. Inilah hal paling
Indonesia yang patut dikaji pemanfaatannya sehingga bisa menunjang peningkatan
pendapatan warga Miangas.
Photo
Lokasi : Pulau Miangas
Fotografer: Waode Asnini Rahayoe
0 komentar:
Posting Komentar