Sumber foto: internet |
Pada
tulisan sebelumnya, lebih banyak dibahas mengenai manfaat sunat bagi pria. Hasil
penelitian membuktikan sunat laki-laki mengurangi risiko seseorang mengalami
infeksi menular seksual (IMS). Sunat pada laki-laki mampu mengurangi risiko AIDS
hingga 60 persen (Lusia Kus Anna, 2011). Kenyataannya selain pada laki-laki, sunat juga
dilakukan pada perempuan. Lalu, bagaimana dengan sunat perempuan?
Beberapa agama
tertentu memang mewajibkan sunat, seperti Islam dan Yahudi. Dalam Islam, sunat
bahkan diatur secara jelas dalam sebuah hadist. Rasulullah SAW.
bersabda: "Kesucian (fitrah) itu ada lima: khitan, mencukur bulu kemaluan,
mencabut ketiak, memendekkan kumis, dan memotong kutu" (H.R. Bukhari
Muslim). Sunat atau khitan dianggap sebagai media mensucikan diri bagi umat
Islam. Seseorang benar-benar diakui sebagai seorang muslim apabila ia telah
melakukan sunat. Namun, jika hingga ia dewasa belum pernah disunat,
keislamannya akan dipertanyakan. Tidak heran, seseorang yang baru saja masuk
Islam (baca: mualaf), ia benar-benar seorang Islam apabila telah disunat.
Hingga saat ini, sunat perempuan masih menjadi bahan perdebatan. Beberapa pihak
mengecam sunat pada perempuan dan menudingnya sebagai tindakan mutilasi. Namun,
sebagian lainnya mendukung sunat perempuan dengan alasan agama dan budaya.
Selama ini, masyarakat melakukan sunat bukan semata-mata untuk menjaga
kesehatan, tetapi lebih kepada alasan untuk menahan nafsu. Sebagian masyarakat,
khususnya di Indonesia, menganggap bahwa sunat mampu mengurangi nafsu
seseorang, apalagi seorang perempuan.
Akan tetapi, hasil penelitian menunjukkan bahwa sunat perempuan sama sekali
tidak memberikan manfaat medis. Sunat perempuan justru berdampak negatif bagi
perempuan dan merugikan kesehatan. Dampak yang bisa timbul, antara lain
perdarahan dan sakit kepala luar biasa yang dapat mengakibatkan shock
atau kematian, infeksi pada seluruh organ panggul, tetanus, dan gangrene
yang dapat menyebabkan kematian, serta kesulitan atau sakit saat buang air
karena adanya pembengkakan dan sumbatan pada saluran urine.
Di beberapa negara, sunat perempuan bahkan dilarang keras karena dianggap
sebagai tindakan mutilasi. WHO menyebut sunat pada perempuan bukanlah sunat,
melainkan female genital mutilation. Sunat perempuan dianggap sebagai
tindakan mutilasi karena memotong atau menghilangkan sebagian atau seluruh
kelamin yang berdampak pada komplikasi saat melahirkan dan berhubungan seks.
Bagian yang biasanya dipotong atau dihilangkan adalah labia minora, labia
mayora, dan klitoris. WHO sudah sejak lama mengecam sunat perempun, beberapa
negara juga sudah melarang sunat, misalnya Amerika. Namun, masih banyak negara
yang memperbolehkan sunat perempuan, seperti Afrika dan Indonesia.
Praktik sunat perempuan di Indonesia mungkin tidak lebih parah daripada di
Afrika. Di Indonesia, sunat perempuan hanya sekadar dibersihkan, di-kerok
menggunakan pisau, atau memotong sedikit bagian tertentu. Berbeda dengan
prosesi di Afrika, sunat perempuan dilakukan dengan memotong seluruh alat
kelamin luar, biasanya labia minora, labia mayora, atau klitoris, menggunakan
alat yang belum tentu steril. Hal inilah ditakutkan selama ini, jangan sampai
sunat perempuan menjadi bumerang yang menyebabkan berbagai infeksi menular
seksual, komplikasi melahirkan, dan rasa tidak nyaman saat berhubungan
seks.
Di Indonesia, larangan sunat perempuan dari PBB dikecam oleh banyak pihak, baik
dari masyarakat luas maupun pemuka agama. Syariat agama dan mempertahankan
tradisi adalah alasan kuat sehingga menolak pelarangan sunat perempuan. Sampai
saat ini, Menteri Kesehatan pun masih memperbolehkan sunat perempuan begitupun
juga MUI. Masih sangat sulit mengubah pola pikir masyarakat tentang ritual
sunat perempuan ini. Masih banyak masyarakat yang menjalankan ritual ini, baik
di pedesaan maupun perkotaan. Seseorang perempuan dianggap tidak suci dan aib
jika ia tidak pernah disunat. Mereka juga akan dianggap tidak taat agama dan
menyalahi tradisi nenek moyang. Ironi memang, di tengah pesatnya perkembangan
iptek, ternyata masih banyak masyarakat yang mempertahankan tradisi yang
merugikan kesehatan. Dibutuhkan upaya yang lebih keras untuk menyuarakan dampak
merugikan sunat perempuan dan diperlukan kesabaran ekstra untuk menunggu
dukungan pemerintah secara penuh terkait pelarangan sunat perempuan.
Ini satu ritual yang susah dimengerti , inilah salah satu yang menyebabkan dunia diluar islam yang menilai bahwa derajat wanita di dunia islam sangat rendah.Orang yang berpendidikan akan goyang kepala .Saya kira ritual ini dilakukan oleh umat Islam yang mungn pendidikannya tidak baik.Artikel yang baik .Semoga ada reformasi di Islam supaya islam maju. .... salam bloger (www.duniacerdas.com)
BalasHapusSemua hal terkadang memang harus dikaji kembali, mengenai apa dan bagaimana serta mengapa yang akan membawa kita pada satu jawaban "manfaat". Semoga artikel ini bermanfaat pula bagi yang lainnya.
HapusSalam bloger,
amin sangat bermanfaat, cerdas (y) (www.duniacerdas.com)
BalasHapusKenapa perempuan di sunat
BalasHapus