Doc:ist |
Pemerintah membagikan kondom gratis di
Pekan Kondom Nasional. Setelah UGM, Bus kondom direncanakan akan menyambangi
kampus lainnya pula.
Ramai saja
pembicaraan mengenai kondom gratis kini. Salah satu postingan kawan di media
sosial whatsaap, “bagi gratis kondom
sama saja menghalalkan zina, itu haram sekalipun di lokasi prostitusi”.
Mengundang komentar dari kawan yang lain memanasi percakapan hari ini, “Saya
pikir tepat dengan keputusan Kemenkes untuk membagi kondom, karena seks adalah
hal pribadi. Sesuatu yang heterogen jangan dipukul rata dengan sudut pandang
homogen dari sisi agama. Maksiat atau tidak itu kan urusan pribadi.” Di media
sosial facebook, status seorang teman
“Ya allah, anak maba dikasiin kondom itu mau ngapain dia?”, menyusul postingan
di twitter, “beri kondom gratis sama
aja dengan halalkan seks bebas dong,???”.
Inilah pandangan
masyarakat terhadap keputusan Menteri Kesehatan baru ini. Program yang mengundang
banyak kecaman. Tak jarang pula, ada yang menyela bahwa keputusan yang tepat.
Permasalahan seks bebas atau maksiat itu menjadi urusan pribadi yang menjadi hak
setiap orang. Tapi, mari kita simak dulu, apa yang sebenarnya sedang terjadi?
Kementrian Kesehatan
bersama Komisi Penanggulangan AIDS Nasional dan DKT Indonesia memiliki program
“Pekan Kondom Nasional”. Temanya adalah “Protect Your Self Protect Your
Partner”. Pada tanggal 1 Desember berkenaan dengan hari peringatan AIDS
se-dunia, maka Menteri Kesehatan membagikan kondom gratis. Pembagian ini akan
berlangsung selama sepekan, hingga 7 Desember.
doc:ist |
Mengawali pekan
ini pada 1 Desember lalu kondom dibagikan di kampus Universitas Gajah Mada
(UGM). Kampus ini menjadi kampus pertama parkirnya Bus berwarna merah mencolok
bergambar artis kontroversial Julia Peres. Kita sebut saja “Bus Jupe” ini
merupakan media promosi Pekan Kondom Nasional. Pada acara itu dibagikan kondom
gratis untuk mencegah penularan HIV/AIDS.
“Kondom bukan barang terlarang, seperti narkotika. Jadi tidak perlu
risau,” ujar Nafsiah Mboi, Menteri Kesehatan RI dalam konferensi pers Hari AIDS Sedunia di Jakarta, dikutip dalam portal kotajogja.com.
Menyimak berita
dalam website tersebut menyebutkan bahwa agaknya UGM menjadi kampus pertama
yang dikunjungi oleh “Bus Jupe”. Sebagian mahasiswa UGM mengaku mendapatkan
kondom gratis di depan gerbang masuk kampus. Ada
beberapa kampus yang akan menjadi target pembagian kondom gratis, namun belum
ada informasi lebih lanjut mengenai kampus mana saja yang akan disambangi. “Pembagian
kondom adalah satu upaya untuk mencegah penularan HIV/AIDS, bukan untuk menganjurkan
seks bebas”, ujar Nafsiah pada kutipan dalam berita lifestyle.com
Rakyat makin
kebakaran jenggot karena program ini ternyata menghabiskan dana pemerintah
sebesar 25-30 milyar. Mereka menganggap bahwa membagi-bagi kondom gratis pada
“kelompok resiko tinggi penularan AIDS” bisa menyetop AIDS.
Dari data
sebelumnya yang sudah dipapaparkan penulis (baca postingan Waspada “Ledakan”
AIDS di Indonesia). Bahwa data tahun 2013 menyatakan semakin meningkatnya
pengidap HIV di Indonesia dan positif AIDS. Pada periode bulan Januari-Maret
2013 jumlah kasus AIDS yang baru terdeteksi sebanyak 460. Terdeteksi pada
kelompok umur 30-39 tahun sebesar 39,1%, 20-29 tahun sebesar 26,1% dan 40-49
tahun sebesar 16,5%. Perbandingan antara laki-laki dan perempuan adalah 2:1.
Lima provinsi yang
paling banyak melaporkan kasus AIDS adalah Jawa Tengah
(175), Sulawesi Tengah (59), Banten (34), Jawa Barat (33) dan Riau (32). Faktor
risiko atau penularan hubungan seksual tidak aman terutama tidak memakai kondom
pada heteroseksual sebesar 81,1%, penggunaan jarum suntik berganti-ganti pada
penyalahguna narkoba sebesar 7,8%, dari ibu positif HIV ke anak sekira 5% dan LSL/Lelaki
Seks Lelaki sekira 2,8%.
Pada periode bulan Januari hingga Maret 2013 dilaporkan tambahan kasus HIV dan AIDS secara
nasional yaitu
HIV 5.369 dan AIDS 460. Angka ini menambah jumlah kasus HIV/AIDS dari 1
Januari 1987
hingga 31 Maret 2013 menjadi 147.106 yang terdiri atas HIV
103.759 dan AIDS 43.347 dengan 8,288 kematian.
Perbandingan antara laki-laki dan perempuan pada kasus AIDS 2:1. Ini
artinya kian banyak laki-laki yang menjadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS.
Faktor risiko atau cara penularan pada kasus AIDS yang terdeteksi pada
Januari-Maret 2013 terjadi melalui hubungan seksual yang tidak aman (tidak
memakai kondom) pada heteroseksual yaitu 60 persen lihat tabel III.
Celakanya, program penanggulangan
yang gencar dilakukan biasanya hanya berlangsung di hilir, misalnya saja tes HIV dan penanganan
kasus yang terdeteksi, bukan pada
penyebab yang menjadi akar masalah kenapa ini bisa terjadi.
Dari data diatas sangat terlihat
bahwa terjadinya kasus ini karena hubungan heteroseksual tanpa memakai kondom. Mungkin
saja ini yang menjadi evaluasi dari Ibu Menkes untuk kemudian mempelopori
gerakan Pekan Kondom Nasional. Ibarat ingin memotong pohon namun dahannya saja
yang dipotong, maka akan kemungkinan tumbuh lagi. Karena bukan akarnya yang
dibasmi. Inilah yang dievaluasi dari program-program penanggulangan penyakit
ini di Indonesia, bahwa prosesnya terlalu banyak berlangsung di hilir.
Akhirnya, pembagian kondom gratis
dianggap sebuah cara penanggulangan dari hulu, memberikan kesadaran bagi
masyarakat untuk menggunakan kondom untuk mencegah peningkatan kasus HIV/AIDS
dari cara penularan yang didata paling tinggi. Semua diberikan, terutama pada
faktor umur yang beresiko. Para mahasiswa, pekerja seksual, dan sebagainya.
Cara penanggulangan dari hulu inilah
yang dinilai oleh masyarakat tidak tepat. “Logikanya sama seperti ini, anda boleh
seks bebas asal pakai kondom”, komentar kawan saya. Masih banyak saja masyarakat
yang menganggap kondom mudah sekali bocor, sehingga dipakai atau tidak maka
sama saja tidak mencegah penyebaran AIDS.
Anggapan mengenai
kondom inilah tentunya perlu kembali ditinjau. Penelitian laboratorium
membuktikan, kondom lateks sangat efektif dalam pencegahan penularan penyakit
menular, termasuk HIV. Ini dikarenakan lubang pori-pori pada kondom lateks
terlalu kecil untuk dapat dilalui oleh virus itu. Menurut Bondan Widjajanto,
Koordinator Pelayanan Medis Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia DKI
Jakarta bahwa kondom lateks memiliki pori-pori 5 mikron (0,00002 inci), 10 kali
lebih kecil dari sperma. Sedangkan studi laboratorium membuktikan bahwa kondom
yang terbuat dari lateks sangat kedap untuk mencegah masuknya HIV, virus
penyebab AIDS (Kompas, 2011).
Bondan
mengatakan, peran kondom sebagai alat pencegah HIV sangatlah penting, terutama
bagi kalangan yang berisiko seperti kaum waria, pekerja seks, gay, pengguna
narkoba, dan mereka yang sudah positif AIDS atau terinfeksi HIV. "Kondom
aman. Kebocoran kondom sejauh ini lebih dikarenakan kedaluwarsa dan penyimpanan
kurang baik, seperti terkena panas baik oleh matahari maupun karena ditaruh di
dompet. Jadi lebih karena human error,"
kata Bondan di Bandung, Jawa Barat, (Kompas, 2011).
Pemerintah pun seperti menjadi
seorang penembak yang kehabisan amunisi untuk menanggulangi penyakit tak bisa
diobati ini. Terutama karena pertambahan kasus yang luar biasa. Masyarakat pun
seperti orang yang kehilangan akal, Bahaya seks bebas, atau penggunaan jarum
suntik yang menjadi penyebab penyakit mengerikan nan mematikan ini laiknya seperti
siaran radion rusak di telinga mereka. Masih saja, kasus HIV yang terdeteksi
laiknya bom waktu yang akan meledak menjadi AIDS.
Seperti yang dilansir dalam harian kompas.com dari data Komisi Penaggulangan
AIDS (KPA) Nasional yang melakukan riset pada remaja usia 24-14 tahun. Remaja itu lebih
takut hamil ketimbang terinfeksi HIV. Hingga Juni 2013 menunjukkan ada 1.996
kasus infeksi HIV baru pada usia 15-24 tahun. Sementara jumlah penderita
penyakit AIDS sejak 2008 hingga Juni 2013 adalah 28,8 persen penduduk Indonesia
pada rentang usia 20-29 tahun.
Menurut dr Ulul
Albab dari Persatuan Anggota Muda Obstetri dan Ginekologi (PAOGI), fenomena ini
merupakan sinyal pentingnya memberikan edukasi soal penggunaan pengaman saat
berhuhungan seksual. Kondom ini tentunya tidak lantas melegalkan seks pranikah
pada generasi muda, tetapi bertujuan melindungi diri dan pasangan dari berbagai
penyakit mematikan. Hal ini
diperkuat survei yang menyatakan, 84 persen remaja di Jakarta memerlukan info
seputar HIV dan AIDS (Kompas, 2013).
Pembagian kondom gratis diyakini
sebagai sebuah strategi jitu memberantas penyebaran HIV/AIDS. Namun, terlintas
sebuah pemikiran menggelitik lagi, “Pemberian gratis kondom. Pertanyaannya
kalau sudah dikasih gratis, untuk apa kalau tidak dipakai?” ****
“Jauhi Penyakitnya, Bukan Orangnya”.
0 komentar:
Posting Komentar