Sabtu, 15 Februari 2014

 Teringat cerita seorang kawan yang datang jauh dari provinsi sebelah. Ia kawan se-SMAku dulu. Dengan bermaksud mengantar sang bunda ke RS Wahidin, saya bersama kawan-kawan yang lain pun menjenguknya di salah satu penginapan dalam kampus Unhas. Saat mencoba mengobrol jauh perihal sakit yang diderita ibunda, “ Pernah dioperasi kanker payudara, tapi sel kanker menyebar lagi ke organ lain, dan organ tidak ditau dan ini sedang diperiksa,” jelasnya.
Cerita mengenai kanker payudara ini pun sebelumnya sudah saya dengar secara langsung. Dua mahasiswa seangkatan saya, menceritakan bahwa mereka baru saja operasi benjolan di payudara, diperkirakan tumor yang bisa berpotensi kanker. “Itulah saya ndak pernah makan mie instan lagi, dilarang dokter,” terang salah satu kawanku.
Kanker payudara, penyakit yang menyerang segala umur. Tidak peduli kalangan mana. Apalagi kita di kalangan mahasiswa. Kisah kedua kawan saya bisa menjadi bagian kecil dari cerita gesitnya kanker ini menyerang remaja-remaja di kampus merah.
Stres ternyata menyumbang peranan yang besar dalam kejadian kanker payudara.  Stres, kata yang begitu sering diucapkan beberapa orang usai menghadapi kesulitan. Apalagi di kalangan mahasiswa, terkendala sedikit, biasa kita dengar, “uhh, stres ku deh begini,”. Berdampak tidak baik, terutama bagi wanita. Stress bisa memicu timbulnya kanker payudara. Pada perempuan, stres akan memompa hormon estrogen lebih banyak. Hormon estrogen berlebih adalah faktor utama pemicu kanker payudara.
Data yang dipaparkan dalam Kompas (13/2/2014) bahwa penelitian di Inggris menunjukkan 25 dari 100 perempuan yang tingkat stresnya tinggi berisiko terkena kanker payudara. Stres merupakan salah satu faktor kanker selain faktor genetik, konsumsi lemak, dan konsumsi alkohol. 

Kanker payudara 99 persen diderita oleh perempuan. Kasus ini selalu meningkat tiap tahun dan berada di tingkat terbanyak kedua jenis kanker yang diderita perempuan Indonesia setelah kanker serviks (leher rahim).
Namun di RS Kanker Dharmais, jumlah kasus kanker payudara lebih banyak dibandingkan kanker serviks. Pada 2002, ada 225 orang. Tahun 2012, jadi ada 809 orang. “dari deteksi dini, kami menemukan banyak kanker payudaara memiliki tingkat stress yang begitu tinggi, baik dari pekerjaan, sedang  sekolah S3, maupun tekanan rumah tangga, “ kata Hardina Sabrida, Kepala Unit Deteksi Dini RS kanker Dharmais (Kompas, 13/2/2014).
Sejumlah pasien mengaku telah menjaga pola makan, tidak makan daging berlebih, tidak minum alkohol, dan banyak mengonsumsi sayuran. Tetapi tetap terkena kanker payudara. Menurut Hardina, stres harus dikelola agar minimal dengan istirahat cukup. Berlibur atau melakukan kegiatan yang disukai akan sangat membantu. Selain itu, banyak minum air putih banyak. 

Ini perlu mendapat perhatian dari remaja-remaja. Terlebih bagi mahasiswa yang mudah stres dan akhirnya berpotensi menambah deretan penderita kanker payudara.

0 komentar:

Posting Komentar

Design by Al Amin Dawa