Teringat
cerita seorang kawan yang datang jauh dari provinsi sebelah. Ia kawan se-SMAku
dulu. Dengan bermaksud mengantar sang bunda ke RS Wahidin, saya bersama
kawan-kawan yang lain pun menjenguknya di salah satu penginapan dalam kampus
Unhas. Saat mencoba mengobrol jauh perihal sakit yang diderita ibunda, “ Pernah
dioperasi kanker payudara, tapi sel kanker menyebar lagi ke organ lain, dan
organ tidak ditau dan ini sedang diperiksa,” jelasnya.
Cerita
mengenai kanker payudara ini pun sebelumnya sudah saya dengar secara langsung.
Dua mahasiswa seangkatan saya, menceritakan bahwa mereka baru saja operasi
benjolan di payudara, diperkirakan tumor yang bisa berpotensi kanker. “Itulah
saya ndak pernah makan mie instan lagi, dilarang dokter,” terang salah satu
kawanku.
Kanker
payudara, penyakit yang menyerang segala umur. Tidak peduli kalangan mana.
Apalagi kita di kalangan mahasiswa. Kisah kedua kawan saya bisa menjadi bagian
kecil dari cerita gesitnya kanker ini menyerang remaja-remaja di kampus merah.
Stres
ternyata menyumbang peranan yang besar dalam kejadian kanker payudara. Stres, kata yang begitu sering diucapkan
beberapa orang usai menghadapi kesulitan. Apalagi di kalangan mahasiswa,
terkendala sedikit, biasa kita dengar, “uhh, stres ku deh begini,”. Berdampak tidak baik, terutama bagi wanita. Stress
bisa memicu timbulnya kanker payudara. Pada perempuan, stres akan memompa
hormon estrogen lebih banyak. Hormon estrogen berlebih adalah faktor utama
pemicu kanker payudara.
Data
yang dipaparkan dalam Kompas (13/2/2014) bahwa penelitian di Inggris menunjukkan
25 dari 100 perempuan yang tingkat stresnya tinggi berisiko terkena kanker
payudara. Stres merupakan salah satu faktor kanker selain faktor genetik,
konsumsi lemak, dan konsumsi alkohol.
Kanker
payudara 99 persen diderita oleh perempuan. Kasus ini selalu meningkat tiap
tahun dan berada di tingkat terbanyak kedua jenis kanker yang diderita perempuan
Indonesia setelah kanker serviks (leher rahim).
Namun
di RS Kanker Dharmais, jumlah kasus kanker payudara lebih banyak dibandingkan
kanker serviks. Pada 2002, ada 225 orang. Tahun 2012, jadi ada 809 orang. “dari
deteksi dini, kami menemukan banyak kanker payudaara memiliki tingkat stress
yang begitu tinggi, baik dari pekerjaan, sedang sekolah S3, maupun tekanan rumah tangga, “
kata Hardina Sabrida, Kepala Unit Deteksi Dini RS kanker Dharmais (Kompas,
13/2/2014).
Sejumlah
pasien mengaku telah menjaga pola makan, tidak makan daging berlebih, tidak
minum alkohol, dan banyak mengonsumsi sayuran. Tetapi tetap terkena kanker
payudara. Menurut Hardina, stres harus dikelola agar minimal dengan istirahat
cukup. Berlibur atau melakukan kegiatan yang disukai akan sangat membantu.
Selain itu, banyak minum air putih banyak.
Ini perlu mendapat perhatian
dari remaja-remaja. Terlebih bagi mahasiswa yang mudah stres dan akhirnya
berpotensi menambah deretan penderita kanker payudara.
0 komentar:
Posting Komentar